A. PENGERTIAN ILMU AKHLAK
Ada dua tipe ndekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive), akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) t’sulasimajidaf’’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai)b, ath-thabi’ah (kelakuan, tabiat, watakdaasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-sin (agama).
Linguistic akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlak adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlaq atau khulqun kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-quran maupun dalam hadist, sebagaiberikut :
“ Dan sesungguhnya kamubenar-benar berbudi pekerti yang agung” (Q.S.Al-Qalam, 68:4)
(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu (Q.S.Al-Asyura, 26:137)
Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budipekertinya (H.R.Tirmidzi)
Dengan demikian merujuk kepada ayat diatas kata akhlak atauk hulqun secara kebahasan berarti budi pekerti, adat kebisaan, atau perangai muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjaditabiat.
Keseluruhan definisi akhlak tersebut diatas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansi saling tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapatmelihat lima ciri yang terdapatdalamperbuatanakhlak, yaitu :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakuakan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbutaan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.
B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU AKHLAK
Ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-pebuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak berkaitan dengan norma ataupenilaianterhadapsuatuperbuatan yang dilakukanolehseseorang. Akhlak sebagai suatu disiplin ilmu agama sudah sejajar dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti tafsir, tauhid, fiqh, sejarah islam, dll.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmua khlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakansebagaiberikut :
Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatanmanusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.
Kemudian menurut Muhammad Al-Ghazali akhlak menurutnya bahwa kawasan pembahsaan ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebgai individu maupun kelompok. Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun pengidentikkannya ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikkan antar aakhlak dengan etika mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia. Namun perlu ditegaskan kembali bahwa yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak disini adalah perbuatan akhlak yang memiliki ciri-ciri dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus-menerus dalamk ehidupannya.
Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa, dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura.
C. MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK
Berkenaan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebgaai berikut :
Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya yang menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan yang lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada pemilkinya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang termasuk pebuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan marahsehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima NUR cahayaTuhan.
Seseorang yang memmpelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang criteria perbuatan baik dan buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.
Ilmua akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki IPTEK yang majudisertaiakhlak yang mulia, niscayailmupengetahuaan yang Ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan, namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana dimuka bumi.
Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai perbuatan yang dapat membahyakan dirinya.
Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ilmu Akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia beruasaha melakukannya, dan terhadap yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya.
Ukuran Baik dan Buruk
Dalam surat al-Ma’idah [5]: 100 Allah swt berfirman
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Katakanlah (hai Muhammad): "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”
Ayat di atas, jika dicermati akan memunculkan pertanyaan dalam fikiran setiap pembacanya. Mengapa Allah swt mengatakan bahwa tidak sama antara yang buruk dengan yang baik. Bukankah tanpa dikatakan Tuhan pun manusia dengan akalnya mampu mengetahui bahwa yang buruk dan baik itu tidak pernah sama?
Jika kita perhatikan al-Qur’an lebih lanjut, akan ditemukan banyak ayat Allah yang memiliki redaksi yang hampir sama dengan ayat di atas. Misalnya surat al-An’am [6]: 50 “…Katakanlah (hai Muhammad): "Apakah (tidaklah) sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?". Begitu juga surat Fathir [35]: 19, “Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat”. Dan juga ayat 22, “Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati….”. Selanjutnya surat az-Zumar [39]: 9, “Katakanlah (hai Muhammad): "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. Dan juga dalam surat al-Hasyr [59]: 20, “Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung”, dan selanjutnya.
Jika saja boleh berandai, bila kita yang menerima ayat itu dari Allah swt dengan redaksi seperti yang diungkapkan dalam ayat tersebut, tentulah kita akan menjawab secara spontan kepada Allah, “Ya Tuhan, kami juga tahu bahwa yang buruk dan yang baik itu tidak sama, akal kami juga mengetahui keduanya berbeda”.
Allah swt Yang Maha Bijaksana, tentulah tidak menurunkan suatu firman-Nya, kecuali padanya terdapat hikmah, pelajaran yang maha besar. Sebab, tidak satupun yang berasal dari Tuhan mengandung kesia-siaan. Akan tetapi, tentu hikmah tersebut ditujukan untuk petunjuk dan kebaikan manusia itu sendiri.
Minimal ada dua hakmah dibalik ungkapan Tuhan dengan redaksi seperti yang tercantum dalam ayatnya surat al-Ma’idah [5]: 100 tersebut. Pertama, Allah swt ingin menegaskan kepada manusia bahwa sekalipun manusia mampu dengan akalnya mengetahui yang baik dan buruk dan membedakan keduanya, akan tetapi Allah swt ingin agar untuk mengukur baik dan buruk sesuatu bukanlah akal semata. Sebab, akal manusia tidak konsisten dalam menentukan ukuran buruk dan baiknya sesuatu. Baik dan buruk menurut akal manusia bisa berobah sesuai perubahan waktu, perbedaan tempat, dan sesuai kebiasaan.
Menurut cerita orang yang sudah hidup 40 tahun yang lalu, di negeri kita (Minangkabau) sangat buruk dipandang ketika perempuan memakai celana panjang sekalipun longgar. Perempuan yang memakainya akan menjadi buah bibir masyarakat, dan dipergunjingkan di semua tempat karena buruknya hal tersebut. Namun, hari ini kita melihat pakaian perempuan sudah melebihi itu; calana pendek, sempit dan menampakan bagian-bagian aurat yang semestinya ditutupi, akan tetapi hal seprti itu sudah menjadi pemandangan yang biasa dan bahkan sudah berobah menjadi “tren” kehidupan wanita. Kita tidak lagi merasa risih dan terganggu dengan pemandangan seperti itu, bahkan seperti sudah menjadi sesuatu yang baik dan benar. Begitulah jika ukuran baik dan buruk diserahkan kepada akal, akan berbeda pandangannya seiring terjadinya perubahan waktu. Sesuatu yang dulu menurut akal manusia buruk, ketika zamannya sudah berbeda bisa saja menjadi baik.
Begitu juga, ukuran baik dan buruk menurut akal bisa berobah sesuai perbedaan tempat. Di daerah pedesaan, di mana masyarakatnya masih memegang teguh nilai adat dan agama, teramat buruk jika dilihat sepasang manusia yang bukan muhrim berjalan berduaan. Semua orang akan memandang dengan pandangan “miring” dan akan menjadi perbincangkan masyarakatnya. Akan tetapi, di daerah perkotaan apalagi di kota-kota besar, laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berjalan berduaan di tempat yang ramai, berpegangan tangan, bahkan lebih dari itu sekalipun masyarat tidak merasakan sesuatu yang salah, bahkan sudah menjadi pemandangan yang biasa atau bahkan dianggap sesuatu yang wajar dan benar. Begitulah penilaian akal terhadap baik dan buruk, yang jika tempat berbeda ukurannya juga tidak sama.
Selanjutnya, baik dan buruk menurut akal bisa berbeda sesuai kebiasaan. Misalnya, semua orang sepakat mengatakan sampah sebagai sesuatu yang buruk dan busuk serta menjijikan. Namun, bagi pekerja yang setiap hari memungut sampah (bukan bermaksud merendahakn profesi pemungut sampah), sampah tidak lagi dipandang dan dirasakan sebagai sesuatu yang buruk dan busuk serta menjijikan, karena keseharianya menghadapi sampah. Sehingga, kebiasaanya dengan aroma dan kotornya sampah, membuat dia tidak lagi merasa jijik terhadapnya.
Begitulah keterbatasan akal manusia menentukan ukuran baik dan buruknya sesuatu. Oleh karena itu, Allah swt ingin mengajak manusia untuk mengembalikan ukuran baik dan buruknya sesuatu, kepada al-Qur’an dan sunah Rasul-Nya. Sebab, apa yang sudah ditetapkan al-Qur’an dan sunah Rasul-Nya tidak akan pernah berobah sampai kapanpun, dan di manapun. Jika al-Qur’an mengatakan bahwa berjudi itu haram, sampai kiamat pun hukumnya akan tetap haram. Jika al-Qur’an mengatakan berzina itu haram, di manapun, kapanpun hukumnya tetap haram sekalipun sudah dilakukan oleh semua orang dan sudah dianggap kebiasaan orang banyak. Agaknya itulah rahasianya kenapa di akhir ayat tersebut Allah menegaskan “…sekalipun banyaknya yang buruk itu mencengangkanmu…”. Sesuatu yang haram akan tetap haram sekalipun telah dilakukan semua orang. Sebab, banyaknya orang melakukan sesuatu tidak menjadi jaminan bahwa sesuatu itu adalah baik.
Hikmah yang lain dari ungkapan Allah dalam ayat tersebut adalah, Allah ingin mengajak manusia untuk membiasakan diri melakukan kebaikan dan menajauhi keburukan. Sebab, kebaikan tidak berarti sebagai kebaikan tanpa adanya pembiasaan diri melakukannya. Tentunya semua orang Islam mengetahui membaca al-Qur’an, shalat tahajjud, bersedekah dan sebagainya sebagai kabaikan yang dijanjikan balasan yang besar di sisi Allah. Akan tetapi, kenapa umat Islam malas melakukannya atau sangat sedikit yang melakukan hal-hal yang seperti disebutkan? Jawabannya, karena mereka tidak membiasakan diri melakukannya.
Barangkali itulah rahasianya kenapa Rasulullah saw menyuruh umatnya dalam sebuah hadits, “Suruhlah anak-anakmu shalat ketika berumur tujuh tahun, jika berumur sepuluh tahun mereka tidak juga shalat maka pukullah mereka(beri sanksi)”. Anak yang masih berumur tujuh tahun atau sembilan tahun, tentu belum diberati beban hukum secara syari’at (belum mukallaf). Shalat ataupun tidak, bagi mereka sama saja karena tidak ada beban dosa. Namun, yang ditujukan dalam hadits tersebut adalah upaya penanaman kebiasaan shalat atau beribadah bagi seorang anak semenjak usia dini. Sebab, seseorang bila sudah biasa melaksanakan shalat semenjak kecil, sampai dewasa hal itu tidak akan bisa dia tinggalakan betapapun dia dipaksa untuk meninggalkannya. Sebaliknya orang yang tidak pernah shalat, akan sangat susah untuk melaksanakannya pada masa dewasanya sekalipun diiringi pemaksaan atau diancam sanksi dan hukuman.
Adalah suatu hal yang pasti bagi yang biasa olah raga setiap harinya jika tidak berolah raga satu hari saja, badannya akan terasa sakit dikarenakan mininggalkan kebiasaaanya. Sebaliknya, bagi yang tidak pernah berolah raga, sekali melakukannya badannyapun akan terasa sakit karena melakukan sesuatu yang bukan kebiasaannya. Begitu pentingnya pembiasaan diri sehinga dalam sebuah ungkapan bijak disebutkan, bahwa manusia akan mati dibimbing oleh kebiasaannya. Dalam pepatah minang disebutkan “ketek tabao-bao, gadang taraja-raja, tuo tarubah tido”.
UKURAN BAIK BURUK DALAM
BIDANG AKHLAK
- teoritis
Secara teoritis terdapat beberapa paham yang mengungkap masalah baik buruk antaranya:
- Paham Hedonis
Paham ini berpendapat bahwa ukuran baik buruk adalah perasaan bahagia atau senang. Kebahagiaan adalah kelezatan dan sepi dari kepedihan. Bahagia itu merupakan tujuan akhir dari hidup manusia, maka perbuatan yang mengandung kelezatan adalah perbuatan yang baik, dan perbuatan yang mengandung kepedihan adalah perbuartan yang buruk.
Aliran Hedonisme ini dibagi menjadi dua bagian:
- Kebahagiaan diri (eguistik hedonism)
Paham ini berpendapat agar manusia mencari sebanyak-bnyaknya kebahagiaan untuk dirinya. Serta memilih apa yang mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri.
- Kebahagiaan bersama (universalistic hedonism)
Paham ini berpendapat bahwa agar manusia mencari Kebahagiaan untuk sesama manusia, bahkan segala makluk berperasaan. Dan kebahagiaan ini di ukur dari kebahagiaan bersama.
- Paham Utilitarisme
- Utilitrisme Klasik
Paham ini berpendapat bahwa " sebesar-besar kelezatan untuk bilangan yang besar", yaitu
kebahagiaan harus menjadi pokok pandangan setiap orang, dan kelezatan bagi manusia banyak.
kebahagiaan harus menjadi pokok pandangan setiap orang, dan kelezatan bagi manusia banyak.
Tokoh-tokoh dalam paham ini antar lain:
· Jeremy Betham (1748-1832)
Betham memandang kebahagiaan diukur secara kuantitatif. Ukuran baik dan buruk itu kelezatan yang terbesar bagi bilangan yang terbanyak,
· John Stuart Mill (1806-1873)
Menurut Mill kebahagian tidak hanya diukur melalui kuantitas, tetapi perlu dipertimbangkan pula kualitasnya, karena kesenangan ada yang tinggi dan ada pula yang rendah mutunya. Kebahagiaan yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan semua orang yang terlibat dalam suatu kejadian.
· Ulitirtisme aturan dan perbuatan
Paham ini memastikan untuk memberi hukum hanya pada perbuatan kebaikan dan keburukannya. Padahal sangat sukar untuk mengetahui perbuatan yang membawa manfaat bagi kita, tapi justru bencana bagi pihak lain. Selain itu kita tidak bisa menyelidiki kadarnya selain kita. Contoh meminjam uang mungkin baik pada saat ini, tetapi bagi masa yang akan datang merupakan bencana karena harus mengemblikan beserta bungannya.
- Paham Kebahagian (Eudemonisme)
Kata ini berasal dari bahas yunani (Eudaimonia) yang berarti kebahgiaan. Yang memperkenalkan paham ini adalah Aristoteles. Pendapatnya ialah: semua orang ingin mencapai tujuan tertinggi dan itu adalah kebahgiaan, dan dapat dicapai dengan menjlankan fungsinya dengn baik disertai dengan keutamaan, yaitu keutaman intelektual (kebernian, dan kemurahan hati).
Manusi adalah baik bila selalu menentukan pilihn-pilihan rasional yang tepat dalam perbuatan moral dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual maka orang itu bahagia, kebahagiaan itu diserti kesenangn.
- Paham Kewajiban (Dentologi)
Diperkenalkan oleh Immanuel Kant yang berpendapat : yang bisa disebut baik sesungguhnya adalah kehendak baik. Sebagai contoh kesehatan, kekayaan dalam intelegensi adalah baik jika digunakan baik oleh kehendak manusia, dan bila dipakai oleh yang jahat, semua itu adalah buruk. Kehendak baik tersebut tercipta jika bertindak karena kewajiban hukum moral.
- Praktis
- Adat (urf)
Aturan menurut adat istiadat ini suatu perbuatan baik bagi mereka yang menjaga dan melaksanakannya, dan dipandang buruk bagi mereka yang mengindahkan dan melanggarnya. Faktor yang menentukan lahirnya adat ialah adanya kecenderungan hati pada perbuatan itu, kecenderungan hati tersebut diulang-ulang, sehingga menjadi biasa.
Adat istiadat tidak dapat dijadikan ukuran menilai baik dan buruk perbuatan manusia, karena seringkali peraturan adat menyalahi rasio. Selain itu adat yang berlaku disuatu daerah, suku atau negara akan berbeda dengan daerah, suku atau Negara lain. Yang dipandang baik oleh suatu daerah belum tentu di pandang baik pula oleh daerah yang lain.
- Undang-undang Positif (al-Qowanin al-Wadh'iyyah)
Terdapat undang-undang diantaranya :
- Undang-undang alam, bila tanah gundul akan terjadi banjir.
- Undang-undang negara, bersifat praktis bisa diubah sesuai keadaan.
- Undang-undang akhlak sebagai undang-undang positif mempunyai ciri:
- Undang-undang akhlak berkekutan tetap
- Undang-undang akhlak bersifat kebaikan, tidak merugikan.
- Undang unndang akhlak meliht perbuatn dlm manusia maupun pendorongnya.
- Undng-undang akhlak dilaksanakan oleh kekutan batin (jiwa). Yaitu hati nurani.
Undang-undang akhlak selalu mengarahkan manusia untuk berbuat baik, tetapi adakalanya akhlak seseorang buruk yang diakibatkan oleh kurangnya pendidikan dan pembinaan yang dilakukan semenjak dini.
- Pendapat Pribadi
Penilaian baik dan buruk perbuatan dapat pula ditentukan oleh pendapat pribadi meskipun pendapat pribadi itu bersifat subjektif. Subjektivitas tersebut ditentukan oleh tingkat pendidikan dan milieu (lingkungan seseorang). Pendapat pribdi yang berdasarkan pada hati nuranilah yang cenderung pada kebaikan. Sama halnya denga urf sesuatu dikatakan baik oleh seseorang belum tentu baik bagi orang lain. Untuk menekan hal terebut diperlukan pendidikan dan pengetahuan sehingga mampu menghadirkan objektifitas yang mampu diterima mayoritas manusia.
- Ajaran-ajaran agama
Ajaran moral yang terkandung dalam agama meliputi dua aturan yaitu pertama, aturan yang bersift teknis, seperti tata cara makan, beribdah dll. Kedua, ajaran agma bersifat etis, aturan yang lebih umum seperti jangan merugikn orang lain, saling tolong menolong sesama manusia.
Al-Gazali mengatakan "iman yang kuat akan mewujudkan akhlak yang baik sedangkan iman yang lemah mewujudkan perbuatan yang jahat dan buruk".
Dalam agama islam yang menentukan baik dan buruk perbuatan pertama kali adalah Nash. Yaitu al-Qur'an (yang berisi hukum dan ketentuan Allah) dan al hadist (perkataan, perbuatan nabi) kemudian akal dan niat seseorang dalam melakukannya.
Akhlak Mulia Rasulullah saw.
Pernahkah Kamu mendengar untuk apa Rasul diturunkan ke muka bumi ini? Tentu. Tentu pernah. Bayangkan betapa jauhnya hidup kita dari Rasulullah jika kita tidak mengetahui untuk apa Rasul diutus kepada umat manusia seluruhnya. Sedangkan Rasul adalah uswah hasanah, contoh teladan yang baik, yang menjadi patron kita dalam mengejawantahkan ajaran Allah SWT. di muka bumi-Nya ini.
Rasul pernah bersabda :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak mulia.”
Di dalam Al Quran Allah SWT. mengatakan :
ÏQr& (#ÿräsªB$# ZpygÏ9#uä z`ÏiB ÇÚöF{$# öNèd tbrçųYã ÇËÊÈ
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. 21:107)
Apa korelasi antara hadits dan ayat di atas? Marilah sama-sama kita renungkan. Apakah dapat terwujud sebuah kehidupan yang menjadi rahmat bagi semesta alam kalau tidak dilandasi dengan akhlak mulia? Tidak. Tentu tidak. Rahmat bagi semesta alam tidak akan terwujud tanpa adanya akhlak mulia. Sungguh. Maka Allah SWT. Mengutus Rasul-Nya yang memiliki akhlak yang agung.
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã ÇÍÈ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. 68:4)
Hanya dengan akhlaknya yang agung, manusia mau mengikuti Rasulullah saw. Hanya karena kesempurnaan akhlaknya, kejahiliyahan dapat dituntaskankannya. Hanya karena akhlaknya yang mulai, hati yang sekeras batu karang luluh bagaikan lilin yang dibakar api. Hanya karena kemuliaan akhlaknya, kaum kaum yang dahulunya menjadi penentang terkuat akhirnya menjadi pembela terdepan. Sungguh luar biasa akhlak Raslulullah. Bahkan para musuh Allah pun mengakui keagungan akhlaknya. Hanya karena keangkuhan mereka, hidayah Allah tidak meresap ke dalam qalbu mereka.
Hanya dengan akhlaknya yang agung, manusia mau mengikuti Rasulullah saw. Hanya karena kesempurnaan akhlaknya, kejahiliyahan dapat dituntaskankannya. Hanya karena akhlaknya yang mulai, hati yang sekeras batu karang luluh bagaikan lilin yang dibakar api. Hanya karena kemuliaan akhlaknya, kaum kaum yang dahulunya menjadi penentang terkuat akhirnya menjadi pembela terdepan. Sungguh luar biasa akhlak Raslulullah. Bahkan para musuh Allah pun mengakui keagungan akhlaknya. Hanya karena keangkuhan mereka, hidayah Allah tidak meresap ke dalam qalbu mereka.
Suatu ketika, Aisyah ra., istri Rasulullah, pernah ditanya oleh sahabat tentang bagaimana akhlak Rasul. Aisyah ra. menjawab “Sesungguhnya akhlaknya adalah Al Quran”.
Rasulullah adalah wujud Al Quran berjalan. Wujud pengejawantahan nilai-nilai ajaran Allah dalam kehidupan sehari-hari. Al Quranlah yang menjadikan Muhammad saw. sebagai sosok dengan akhlak yang begitu sempurna. Perkataannya, perbuatannya, bahkan diamnya merupakan tuntunan yang patut kita teladani.
Rasulullah adalah wujud Al Quran berjalan. Wujud pengejawantahan nilai-nilai ajaran Allah dalam kehidupan sehari-hari. Al Quranlah yang menjadikan Muhammad saw. sebagai sosok dengan akhlak yang begitu sempurna. Perkataannya, perbuatannya, bahkan diamnya merupakan tuntunan yang patut kita teladani.
Renungilah teman. Renungi bagaimana kita bisa menjadikan diri kita sebagai perwujudan dari seorang manusia yang berakhlak Qurani. Manusia yang setidak-tidaknya menjadi “imitasi” dari sosok seorang Muhammad saw. Walaupun mungkin hanya sekuku hitam saja yang mampu kita lakukan, itu lebih baik daripada tidak sama sekali, atau bahkan peduli pun tidak. Sambil bercermin, menatap diri, merenungi karunia Allah Yang Mahaindah. Marilah kita berdoa sebagaimana doa Rasulullah saw.
Allahumma kamaa hassanta khalqii fahassin khuluqii
“Ya Allah, sebagaimana Engkau baguskan penciptaanku, maka baguskanlah akhlakku.”
Aliran Sosialisme
Paham lain yang berkembang dan berpengaruh di Eropa pada abad ke-19 adalah paham sosialisme. Apabila paham liberalisme menginginkan kebebasan individu untuk berkreativitas dan mencari keuntungan pribadi lepas dari campur tangan pemerintah, maka sosialisme merupakan suatu paham yang digunakan untuk memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk mencukupi keperluan rakyat agar dapat hidup layak. Sosialisme ini mendukung suatu sistem ekonomi yang mengarah pada kesejahteraan umum. Dengan kata lain, paham sosialisme bertujuan untuk membentuk kemakmuran bersama melalui usaha kolektif yang produktif di bawah kendali dan campur tangan pemerintah. Dengan demikian, dalam paham sosialisme kebebasan individu dibatasi dan mengutamakan pemerataan kesejahteraan bersama.
Paham sosialisme ini muncul sebagai reaksi terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan yang ditandai dengan pertentangan dan ketimpangan kelas-kelas sosial yang ada pada negara feodal. Pemikiran terhadap paham sosialisme ini berkembang di beberapa negara Eropa dengan didukung oleh beberapa tokoh, sebagai berikut.
a. Saint Simon (1760-1825), seorang bangsawan dan tokoh sosialis yang menginginkan agar golongan pekerja dapat mengikuti yang terjadi dalam perkembangan masyarakat, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan industri. Bagi Saint Simon, golongan pekerja memiliki peranan yang besar dalam memajukan pembangunan bangsa, khususnya kemajuan bidang ekonomi. Adapun kaum bangsawan yang feodal hanya dianggap sebagai parasit yang menghambat perkembangan masyarakat. Dengan demikian, yang berhak untuk mengendalikan kepemimpinan negara bukanlah kelas atas (raja atau bangsawan), tetapi golongan pekerja.
b. Robert Owen (1771-1858), seorang tokoh dan pengusaha dari Inggris yang mengembangkan pemikirannya untuk meningkatkan taraf hidup para pekerjanya. Melalui tulisannya A New View Society, An Essay on The Formation of Human Character mengemukakan bahwa lingkungan sosial memiliki pengaruh dalam pembentukan watak manusia. Oleh karena itu, kesejahteraan hidup manusia, dalam hal ini pekerja perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Untuk mewujudkan pemikirannya tersebut, Owen membangun rumah-rumah bagi buruhnya lengkap dengan fasilitas seperti toko-toko dan tempat rekreasi, memprakarsai gerakan koperasi, dan melarang anak di bawah umur 10 tahun untuk bekerja.
c. Charles Fourier (1772-1837) menyatakan perlu suatu wilayah tertentu sebagai tempat tinggal yang memudahkan mereka saling berkomunikasi dan bekerja sama. Dengan sistem ini lama-lama kehidupan mereka menjadi seragam.Karl Heinrich Marx ( -1883). Isi tulisan Marx mengenai perjuangan kelas dan merencanakan aturan kelas baru yaitu proletar. Bagian penting dari platformnya, antara lain penghapusan hak milik atas tanah, alat-alat produksi milik negara, dan penghapusan hak milik waris. Dengan demikian, perbedaan kelas tidak ada lagi. Menurut Marx, sistem kapitalisme telah membuat ekonomi menjadi terlalu penting dan manusia telah dimanfaatkan oleh proses industrialisasi sebagai komoditi ekonomi belaka.Perlakuan yang tidak manusiawi itulah yang telah mendatangkan keuntungan bagi perusahaan atau pabrik. Dalam bahasa ekonomi, Marx menyebutnya dengan Surplus Teori. Selanjutnya Marx mengeluarkan teori nilai buruh.
Menurut teori ini, jam kerja buruh harus diimbangi oleh makanan-makanan dan tempat tinggal pekerja yang layak untuk mempertahankan kehidupannya.Tujuan Marx, para kapitalis harus dapat membayar upah buruh dengan nilai yang tepat.
e. Frederich Engels adalah seorang penganut sosialis dari Inggris yang bekerja keras memperjuangkan ideologinya bersama-sama dengan Karl Marx. Pemikirannya dituangkan ke dalam buku yang berjudul Das Kapital.
0 komentar:
Posting Komentar