SEDEKAH DAN BISNIS
Kalau kita seorang usahawan atau pemilik bisnis sudah bisa dipastikan banyak rencana yang ingin dilakukan,ekspansi usaha,efisiensi,bahkan membuat bisnis baru yang tentunya akan mempengaruhi pada status keuangan kita yang ujung-ujungnya akan menghitung profit keuntungan saat ini, atau cash flow usaha kita,semakin banyak rencana ekspansi bisnis semakin banyak dana yang akan kita keluarkan dan saat itu semakin ketat dan berat juga kita dalam mengatur,mengontrol dan mengalokasikan pengeluaran, apakah ada yang salah apabila kita mengalami hal itu?Tentu saja tidak... Cuman kadang saat-saat seperti inilah yang menyebabkan seorang usahawan merasa berat,sayang bahkan merasa rugi kalau memberikan sebagian hasil profitnya atau pendapatannya untuk orang lain,dalam hal ini bisa berupa sodakoh,zakat atau dana sosial yang dibutuhkan saudara kita yang tidak mampu.Zakat,infak dan sedekah itu sebenarnya bukanlah beban, tetapi sudah merupakan kebutuhan bagi kita untuk ketenangan jiwa dan ketenangan dalam berbisnis atau berinvestasi ,kalau boleh saya bilang sebagai penetralisir sifat rakus,tidak peduli orang lain dan profit oriented semata.
Pertanyaan berikutnya, apakah benar kita akan rugi kalau kita bersedekah atau berinfak dan berzakat dari 2,5 %,10%,20% bahkan sampai 50% dari keuntungan kita? kalau mungkin dilihat dari kacamata matematika mungkin ia.., tapi dari segi agama tidak begitu.Untuk itulah kali ini saya mengangkat tema bisnis dan sodakoh berikut pengalaman nyata yang dialami oleh pengusaha sukses yang saya ambil dari koran republika terbitan 2004, semoga bisa dijadikan nasehat dan inspirasi buat diri kita yang saat ini sebagai pelaku bisnis,karyawan dsb..Hidup di dunia, dibandingkan di akhirat hanya jam-jaman saja. Siksa di neraka tanpa batas. Nikmat di surga juga tanpa batas. Hal ini harus dipikirkan dari sekarang. Mumpung masih hidup. Namun, umumnya manusia, yang dipikirkan hanyalah yang sebentar itu, yang tanpa batas justru tidak dipikirkan.''Kalimat-kalimat bernfas dan bernada kearifan itu meluncur dari seorang lelaki tua yang masih terlihat gagah, Soeparno. Di usianya yang menginjak 74 tahun, ia masih aktif dalam berbagai aktivitas dakwah. Ia juga selalu bergiat memperbanyak sedekah.Pimpinan Santri Group itu menyedekahkan sebagian keuntungannya untuk umat. `'Ada beberapa perusahaan yang separuh untungnya untuk sedekah. Ada yang 20 persen keuntungnya untuk sedekah,'' papar Soeparno.Kalau kita datang ke Toko Santri miliknya yang berjumlah 12 dan tersebar di seluruh wilayah Solo, kita akan menjumpai spanduk bertuliskan, `'Sebanyak 20 persen hasil usaha untuk sedekah, 2,5 persen untuk zakat.''Apakah sedekah yang begitu besar (hingga mencapai 50 persen dari laba) tidak mengganggu usaha? Bukankah biasanya orang sengaja mencadangkan sebagian labanya untuk ekspansi usaha? ''Sama sekali tidak mengganggu usaha. Bukankah yang disedekahkan itu hanya labanya? Lagi pula, satu hal yang pasti, adalah keberkahan yang luar biasa.''Bapak sembilan anak ini menambahkan, `'Saya tidak khawatir bahwa sedekah itu akan mengurangi laba dan mengganggu bisnis saya. Saya malah merasa bahagia, karena bisa memberikan sesuatu yang insya Allah berguna bagi orang lain,'' tutur lelaki yang memulai bisnis sejak masih usia belasan tahun.
Soeparno menyebutkan, anak-anaknya sudah besar semua. `'Tugas saya menyiapkan mereka untuk hidup layak di dunia boleh dibilang sudah terlaksana. Mereka semua sudah punya usaha. Sekarang justru yang penting adalah menyiapkan bekal buat saya pulang ke akhirat. Kalau saya menyedekahkan 50 persen laba saya, maka itulah yang jadi milik saya di akhirat nanti. Saya berharap bisa panen di akhirat,'' tuturnya.Soeparno menyebutkan ada dua tujuan memperbanyak sedekah itu. Pertama, mencari ridha Allah. Kedua, memberi contoh kepada yang lain, khususnya keluarga dan sanak kerabat, supaya mencari kekayaan jangan untuk menyenangkan diri sendiri tapi untuk umat.
Dana sedekah dan zakat itu, oleh Soeparno digunakan untuk membangun pondok pesantren, masjid, SD Islam internasional, dan TK Islam. Soeparno juga mendirikan Yayasan Al Abidin. Dia menjadi ketua yayasan, sedangkan anggotanya adalah sembilan orang anaknya. `'Inilah sedikit sumbangsih kami kepada masyarakat. Semoga ada manfaatnya, dan semoga Allah SWT berkenan menerimanya,'' tuturnya.Soeparno adalah contoh seorang pengusaha Muslim yang ulet. Dia merintis usahanya sejak kecil, sejak masih zaman Belanda. Mula-mula dia jualan nasi bungkus di desa Kaliyoso (Solo arah Purwodadi), keliling kampung. Kemudian dia berjualan rokok dan permen.
Tahun 1952 ia merantau ke Kalimantan. Dia sana dia masuk pendidikan militer selama enam bulan, dan menyandang pangkat Prajurit Dua. Dia jadi tentara sambil berdagang minyak tanah dan bertani di daerah Balikpapan. Tahun 1962, ia kembali ke Solo. Jadi tentara sambil berdagang beras. Tahun 1966, ia membuka pabrik kantong gula putih.''Tahun 1967 saya membuka pabrik jas hujan. Pabrik tersebut sampai sekarang masih bertahan. Produk tersebut beredar ke seluruh Indonesia. Mereknya adalah Cap Gajah,'' paparnya.
Tahun 1994, Soeparno melebarkan sayap usahanya dengan mendirikan pabrik tikar plastik. Pemasarannya mencakup Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada beberapa merek yang dipasarkan, seperti Cap Gajah, Cap Ikan Terbang, dan Cap Kuda Terbang. Usaha Soeparno terus berkembang. Tahun 2002, ia membuka pabrik busa untuk mebel. Pemasarannya mencakup seluruh wilayah Jawa Tengah. Tahun 2004, dia membuka pabrik rantang plastik dan gantungan baju. `'Orang Muslim harus selalu jeli melihat peluang-peluang bisnis,'' tegasnya.Tak hanya memproduksi bermacam-macam produk. Soeparno juga bermain di sektor hilir, yakni ritel. Dia mendirikan toko kelontong yang menjual bermacam-macam karpet dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Toko yang memakai merek 'Santri' itu dirintis sejak 10 tahun silam. Saat ini jumlahnya sudah mencapai 12 buah dan tersebar di seluruh wilayah Solo. `'Saya sengaja memakai atribut Islam. Jangan takut berbisnis memakai bendera syariah. Ini malah keharusan bagi seorang Muslim, agar usahanya jadi berkah,'' ujarnya.
Soeparno menyebutkan, 50 persen laba bersih pabrik busa, dan pabrik tikar disedekahkan. Pabrik mantel ada dua. Yang satu, 50 persen labanya disedekahkan. Yang satu lagi, 20 persen disedekahkan. `'Pokoknya jangan takut miskin lantaran bersedekah. Allah sudah berjanji akan membelas sedekah yang kita keluarkan dengan balasan berlipat ganda hingga 700 kali lipat. Dan janji Allah pasti benar,'' tandas Soeparno.Dia menjelaskan, di zaman Rasulullah para sahabat senantiasa berlomba-lomba untuk bersedekah sebanyak mungkin. Abu Bakar,Umar, Ustman, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain, semuanya selalu berlomba-lomba untuk bersedekah sebanyak mungkin. Abdurrahman bin Auf adalah contoh seorang pengusaha yang selalu bersedekah sebanyak-banyaknya, namun hartanya makin melimpah. Makin besar sedekah yang dia keluarkan, harta tersebut makin berkembang. `'Sungguh, Allah SWT tak pernah mengingkari janjinya,'' tegas Soeparno.Soeparno mendidik anak-anaknya untuk berbisnis. `'Tak ada anak saya yang jadi pegawai,'' katanya. Mengapa dia tidak mau jadi pegawai dan juga `melarang' anak-anaknya jadi pegawai? `'Sebab, kalau kita jadi pegawai, sering ibadah kita tidak lancar atau tertekan. Pernah waktu jadi pegawai, saya dihukum gara-gara shalat. Kalau punya usaha sendiri, ibadah bebas,'' tegasnya.Di samping itu, kata Soeparno, kalau kita jadi pegawai, penghasilan pun relative terbatas, karena sudah diatur oleh pemilik perusahaan. `'Mana ada pegawai yang kaya kalau tidak korupsi?''kritiknya. Sebaliknya, kalau kita berbisnis. Peluang meraih kekayaan terbuka lebar. `'Bukankah Nabi bersabda bahwa 90 persen rezeki berada di tangan pedagang dan pengusaha. Sisanya yang 10 persen itulah yang diperebutkan banyak orang,'' ujarnya memberikan alasan.
Totalitas Soeparno dalam ber-Islam juga ditunjukkan dengan perhatiannya kepada bank syariah. Dulu, sewaktu Bank Muamalat buka cabang di Semarang, Soeparno menarik dananya di bank konvensional, kemudian menyimpannya di bank syariah tersebut. `'Setelah Bank Syariah Mandiri membuka cabang di Solo pada Agustus 2000, maka dana saya seluruhnya saya pindahkan ke BSM Solo. Saya merupakan nasabah pertama BSM Solo. Saya tidak hanya nasabah penyimpan dana, melainkan juga nasabah pembiayaan di BSM,'' paparnya.Itulah Soeparno. Lelaki yang kelihatan selalu gesit dan penuh semangat bila bicara soal-soal Islam dan kaum Muslimin. Lelaki yang rohaninya makin kayak arena dia tidak sungkan-sungkan untuk mendistribusikan sebagian kekayaannya untuk orang yang memerlukan.
0 komentar:
Posting Komentar